BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pada awalnya
berkembang dalam filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang
mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S.
Khun dalam bukunya yang berjudul “The Structure Of Scientific Revolution”.(1970:49),
paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan
suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta
penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta
karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Sedangkan menurut Al Marsudi, (2000:69) Paradigma ialah cara pandang,
nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar atau cara meme-cahkan masalah yang
dianut oleh suatu kelompok masyarakat pada masa tertentu.
Paradigma adalah pandangan mendasar
dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu
pengetahuan. Dengan demikian, paradigm sebagai alat bantu para illmuwan dalam
merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana
seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus
dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.
Rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan dan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam
pembukaan. UUD ’45 alinea IV.
2.2.1 Tujuan
Pembangunan Nasional
Mewujudkan suatu masyarakat
yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah NKRI yang merdeka, berdaulat, bersatu, dalam
suasana yang aman, tentram, tertib serta dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
2.3 Pancasila
sebagai Paradigma Pembangungan
Demi tercapainya tujuan hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini
sebagai perwujudan praksis dalam meningkatkan harkat dan martabat bangsa
Indonesia. Tujuan Negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang rinciannya
sebagi berikut: “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia.” hal ini dalam kapasitasnya tujuan Negara hukum formal. Adapun
rumusan “memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsra”
hal ini dalam pengertian Negara hukum material, yang secara keseluruhan sebagai
manifestasi tujuan khusus atau nasional. Adapun selain tujuan Nasional juga
tujuan Internasional (tujuan umum) “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Hal ini
diwujudkan dalam tata pergaulan masyarakat Internasional.
Secara filosofis hakikat kedudukan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan Nasional mengandung suatu konsekuensi
bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada
hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila. Oleh karena hakikat nilai sila-sila
Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai subjek
pendukung pokok sila-sila Pancasila sekaligus sebagai pendukung pokok negara.
Konsekuensinya dalam realisasi
pembangunan nasional dalam berbagai bidang untuk mewujudkan peningkatan harkat
dan martabat manusia secara konsisten berdasarkan nilai-nilai hakikat kodrat
manusia tersebut. Maka pembangunan nasional harus meliputi berbagai bidang
pembangunan antara lain, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial, budaya,
ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang kehidupan agama.
2.3.1 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
bidang Politik.
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik
Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila).
Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral
daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut
sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan,
moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku
politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas
dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan
bermoral.
Pancasila sebagai paradigma
pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik
bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan
nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat
secara berurutan-terbalik:
·
Penerapan
dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
·
Mementingkan
kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
·
Melaksanakan
keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan persatuan;
·
Dalam
pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan
beradab;
·
Tidak
dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan
(keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
·
Nilai
toleransi;
· nilai transparansi hukum dan
kelembagaan;
· nilai kejujuran dan komitmen (tindakan
sesuai dengan kata);
·
bermoral
berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
2.3.2
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan bidang Ekonomi
Jarang kita menemui pemikiran tentang moralitas dan Ketuhanan
dalam dunia ekonomi. Karena, lazimnya kita melihat pengembangan ekonomi
mengarah pada persaingan bebas, dan akhirnya yang kuatlah yang akan menang. Hal
ini sebagai implikasi dari perkembangan ilmu ekonomi pada akhir abad ke-18 yang
menumbuhkan ekonomi kapitalis di berbagai negara, khususnya Eropa dan Ameika
Serikat.
Maka untuk menanggulangi hal tersebut, munculah ide tentang
ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistik yang mendasarkan pada tujuan
demi kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan ekonomi bukan hanya
mengejar pertumbuhan ekonominya saja melainkan demi kemanusiaan, demi
kesejahteraan seluruh bangsa. Maka sistem ekonomi di Indonesia mendasarkan atas
kekeluargaan seluruh bangsa. Dan juga pengembangan ekonomi tidak bisa
dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan karena tujuan utama ekonomi
adalah memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih sejahtera.
2.3.3
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan bidang Sosial Budaya
Dalam pembangunan pengembangan aspek sosial budaya
hendaknya didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya
yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia
melakukan reformasi di segala bidang dewasa ini. Sebagai anti klimaks, proses
reformasi dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi nilai sosial budaya
dalam masyarakat sehingga tidak mengherankan jikalau di berbagai wilayah
Indonesia saat ini terjadi berbagai macam gejolak yang sangat memprihatinkan
antara lain amuk massa yang cenderung anarkis, bentrok antara kelompok
masyarakat satu dengan lainnya yang muranya adalah pada masalah politik.
Oleh karena itu dalam pengembangan
sosial budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai
yang dimiliki Bangsa Indonesia sebagai dasar nilai, yaitu nilai-nilai Pancasila
itu sendiri. Dalam prinsip etika Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik,
artinya nilai-nilai Pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat
dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Terdapat rumusan dalam
sila kedua Pancasila Yaitu ”kemanusiaan yang adil dan beradab”. Dalam
rangka pengembangan sosial budaya, Pancasila merupakan sumber normatif bagi
peningkatan humanisasi dalam bidang sosial budaya.
2.3.4
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan bidang Pertahanan Keamanan
Pada hakikatnya, negara merupakan suatu masyarakat hukum.
Demi tegaknya hak-hak warga negara maka diperlukan peraturan perundang-undangan
negara, baik dalam rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam rangka
melindungi hak-hak warganya. Oleh
karena itu negara bertujuan melindungi segenap wilayah negara dan bangsanya.
Atas dasar pemikiran yang demikian maka keamanan merupakan syarat mutlak
tercapainya kesejahteraan warga negara.
Oleh
karena Pancasila sebagai dasar negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai
kemanusiaan monopluralis, maka pertahanan keamanan negara harus dikembalikan
pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai pendukung pokok negara.
Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan basis moralitas pertahanan dan
keamanan negara.
Pertahanan dan keamanan negara harus mendasarkan pada
tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa (Sila I dan II). Pertahanan dan keamanan negara haruslah mendasarkan
pada tujuan demi kepentingan warga negara (Sila III). Pertahanan dan keamanan
harus mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan
kemanusiaan (Sila IV) dan akhirnya pertahanan dan keamanan haruslah
diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam hidup masyarakat (terwujudnya
suatu keadilan sosial) agar benar-benar negar meletakkan pada fungsi yang
sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang
berdasarkan atas kekuasaan.
2.3.5
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan IPTEK
Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan
peningkatkan harkat dan martabatnya, maka manusia mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pada
hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur jiwa
(rohani) manusia meliputi aspek akal, rasa dan kehendak. Atas dasar kreativitas
akalnya menusia mengembangkan iptek dalam rangka untuk mengolah kekayaan alam
yang disediakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, tujuan yang
essensial dari Iptek adalah demi kesejahteraan umat manusia, sehingga pada
hakikatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Pancasila yang
sila-silanya merupakan suatu kesatuan yang sistematis haruslah menjadi sistem
etika dalam pengembangan Iptek.
Sila
Ketuhanan yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta,
perimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa, dan kehendak.
Berdasarkan sila ini, Iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan tetapi
juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya, apakah merugikan manusia dengan
sekitarnya atau tidak.
Sila Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan
Iptek haruslah bersifat beradab. Pengembangan Iptek harus ditujukan demi
kepentingan umat manusia, bukan untuk kesombongan, dan keserakahan manusia.
Sila
Persatuan Indonesia, memberikan arahan bahwa pengembangan Iptek tersebut
hendaknya dapat mengembangkan rasa Nasionalisme, kebesaran bangsa serta
keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia. Tetapi bukan ultra
Nasionalisme yang bisa membuat kita menjadi bangsa yang menggagap rendah bangsa
lain.
Sila
Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, mendasari perkembangan Iptek secara demokratis.
Artinya, Ilmuwan harus memiliki kebebasan mengembangkan Iptek, tetapi ilmuwan
tersebut juga harus terbuka menerima kritik, pengkajian ulang maupun
pembandingan dengan penemuan teori lainnya.
Sila Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengkomplementasikan pengembangan Iptek
haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yang menyangkut keseimbangan
dirinya dengan Tuhan, dengan sesama manusia/ bangsa Indonesia, dan dengan alam
lingkungannya.
Kesimpulannya,
Pancasila merupakan sumber nilai, kerangka berpikir serta batas-batas moralitas
bagi pengembangan Iptek.
2.3.6
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama
Proses
reformasi yang sedang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia, menimbulkan berbagai
konflik SARA yang utamanya banyak bersumber dari masalah agama. Hal ini
menunjukkan kemunduran besar bangsa Indonesia ke arah kehidupan beragama yang
tidak berkemanusiaan. Tragedi di berbagai wilayah Indonesia seperti Poso,
Ambon, dan daerah-daerah lainnya menunjukkan betapa semakin melemahnya
toleransi kehidupan beragama yang terjadi di negara kita.
Oleh
karena itu, merupakan suatu tugas berat bagi bangsa Indonesia untuk
mengembalikan suasana kehidupan beragama yang penuh perdamaian, saling
menghargai, saling menghormati dan saling mencintai sebagai sesama umat manusia
yang beradab. Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental
bagi umat bangsa Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama di
negara Indonesia tercinta ini. Manusia adalah sebagai makhluk Tuhan yang Maha
Esa, oleh karena itu manusia wajib untuk beribadah kepada Tuhan yang Maha Esa
dalam wilayah negara di mana mereka hidup. Namun demikian Tuhan menghendaki
untuk hidup saling menghormati, karena Tuhan menciptakan umat manusia dari
laki-laki dan perempuan ini yang kemudian berbangsa-bangsa, bergolong-golong,
berkelompok-kelompok baik sosial, politik, budaya maupun etnis tidak lain untuk
saling hidup damai yang berkemanusiaan.
2.4 Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi di Indonesia
Pada
saaat gelombang reformasi melanda Indonesia, maka seluruh aturan main dalam
wacana politik mengalami keruntuhan terutama praktek-praktek elit politik yang
dihinggapai wabah KKN. Bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu
menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat
madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai
hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta
masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
Dalam kenyataannya,
gerakan reformasi ini harus dibayar mahal oleh bangsa Indonesia yaitu dampak
sosial, politik, ekonomi terutama kemanusiaan. Para elit politik memanfaatkan
gelombang reformasi ini demi meraih kekuasaan, sehingga tidak mengherankan
jikalau banyak terjadi benturan kepentingan politik. Berbagai gerakan muncul
disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan, ancaman
disintegrasi dan sentimen SARA yang mengoyak eksistensi Bangsa Indonesia
semakin banyak terjadi, kondisi ekonomi yang semakin memprihatinkan dengan
sektor-sektor ekonomi riil yang tidak berjalan dan banyaknya perusahaan dan
perbankan yang gulung tikar sehingga PHK dalam jumlah besar terjadi.
Namun demikian di balik
berbagai macam keterpurukan bangsa Indonesia tersebut masih tersisa satu
keyakinan akan nilai yang dimilikinya yaitu nilai-nilai yang berakar dari
pandangan hidup bangsa Indoneia sendiri yaitu nilai-nilai Pancasila. Reformasi
adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara di bawah
nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara
Indonesia. Betapapun perubahan dan reformasi dilakukan namun bangsa Indonesia
tidak akan menghancurkan nilai religiusnya, nilai kemanusiaannya, nilai
persatuannya, nilai kerakyatan serta nilai keadilannya. Bahkan pada hakikatnya
reformasi itu sendiri adalah mengembalikan tatanan kenegaraan ke arah sumber
nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama
ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang baik pada masa orde lama
maupun orde baru. Oleh karena itu, proses reformasi walaupun dalam lingkup
pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas
dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila.
Reformasi dengan
melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang sering diteriakkan oleh berbagai
pihak, tidak mungkin dan tidak boleh merubah sumbernya sendiri yaitu Pancasila.
Mungkinkah reformasi total dewasa ini akan mengubah kehidupan bangsa Indonesia
menjadi tidak berketuhanan, tidak berkemanusiaan, tidak berpersatuan, tidak
berkerakyatan, serta tidak berkeadilan, dan kiranya hal itu tidak mungkin
dilakukan. Oleh karena itu justru sebaliknya reformasi itu harus memiliki
tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia
nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total itu.
Adapun secara rinci reformasi dalam perspektif Pancasila adalah sebagai
berikut:
·
Reformasi
yang Berketuhanan Yang maha Esa, yang berarti bahwa suatu gerakan ke arah
perubahan harus mengarah pada suatu kondisi yang lebih baik bagi kehidupan
manusia sebagai makhluk Tuhan. Karena hakikatnya manusia adalah sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa adalah sebagai makhluk yang sempurna dan berakal budi
sehingga senantiasa bersifat dinamis, sehingga selalu melakukan suatu perubahan
ke arah suatu kehidupan kemanusiaan yang lebih baik. Oleh karena itu reformasi
yang dijiwai nilai-nilai religius tidak membenarkan pengerusakan, penganiayaan,
merugikan orang lain serta bentuk-bentuk kekerasan lainnya.
·
Reformasi
yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berarti bahwa reformasi harus
dilakukan dengan dasar-dasar nilai martabat manusia yang beradab. Oleh karena
itu reformasi harus dilandasi oleh moral kemanusiaan yang luhur, yang
menghargai nilai-nilai kemanusiaan, menjungjung tinggi nilai-nilai kemansiaan
bahkan reformasi mentargetkan ke arah penataan kembali suatu kehidupan negara
yang menghargai harkat dan martabat manusia, yang secara kongkrit menghargai
hak asasi manusia. Reformasi menentang segala aspek eksploitasi, penindasan
oleh manusia terhadap manusia lain, oleh golongan satu terhadap golongan lain,
bahkan oleh penguasa terhadap rakyatnya. Untuk bangsa Indonesia yang majemuk,
maka semangat reformasi yang berdasar pada kemanusiaan, menentang
praktek-praktek yang mengarah pada diskriminasi dan dinamisasi sosial, baik
alasan perbedaan suku, ras, asal-usul maupun agama.
·
Semangat
reformasi harus berdasarkan pada nilai-nilai persatuan, sehingga reformasi
harus menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia. Reformasi harus
menghindarkan diri dari praktek-praktek yang mengarah pada disintegrasi bangsa,
upaya separatisme baik atas dasar kedaerahan, suku maupun agama.Reformasi
memiliki makna menata kembali kehidupan bangsa dalam bernegara, sehingga
reformasi justru harus mengarah pada lebih kuatnya persatuan dan kesatuan
bangsa.
·
Semangat
dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan karena permasalahan dasar
gerakan reformasi adalah prinsip kerakyatan. Penataan kembali secara menyeluruh
dalam segala aspek pelaksanaan pemerintahan negara harus meletakkan kerakyatan
sebagai paradigmanya. Rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara dan sekaligus
sebagai tujuan kekuasaan negara, dalam pengertian inilah maka reformasi harus
mengembalikan pada tatanan pemerintahan negara yang benar-benar bersifat
demokratis, artinya rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam
negara. Maka semangat reformasi menentang segala bentuk penyimpangan demokratis
seperti kediktatoran baik bersifat langsung maupun tidak langsung, feodalisme,
maupun totaliteranisme.
·
Visi
dasar reformasi harus jelas, yaitu demi terwujudnya Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan
penataan kembali dalam berbagai bidang kehidupan negara harus memiliki tujuan
yang jelas, yaitu terwujudnya tujuan bersama sebagai negara hukum yaitu
”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.” Oleh karena itu hendaklah
disadari bahwa gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan penataan kembali,
pada hakikatnya bukan hanya bertujuan demi perubahan itu sendiri, namun perubahan
dan penataan demi kehidupan bersama yang berkeadilan.
2.5 Implementasi
Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus
Menurut kami, implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus adalah seperti contoh-contoh paradigma pancasila diatas kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.
Menurut kami, implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus adalah seperti contoh-contoh paradigma pancasila diatas kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.
Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan
suatu hasil kreativitas rohani manusia.
Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan kehendak.
Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat
memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama.
Pembangunanyang merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk
mencapai tujuan seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai
subyek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat manusia
merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa
Pancasila sangat sesuai sebagai paradigma kehidupan dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Hal ini karena pancasila
merupakan jiwa bangsa Indonesia yang tidak dapat tergantikan oleh Ideologi
bangsa lain. Aspek Ketuhanan, Kemanusiaan Persatuan, Kerakyatan, dan keadilan
merupakan landasan setiap manusia Indonesia untuk berkehidupan di bumi
Indonesia dan juga di negeri orang sekalipun. Jikalau sampai sekarang ternyata
masih banyak masalah sosial yang dialami masyarakat Indonesia, itu karena
Indonesia masih mengalami transisi sekaligus pembelajaran tentang reformasi
yang sebenarnya. Para petinggi negeri ini masih mencari formula yang tepat
untuk bisa menerapkan sistem politik dan sistem pemerintahan yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Hal ini perlu dilakukan agar nantinya reformasi yang
terlaksana tidak mubazir dan tidak kembali ke rezim lama yang terbukti
merugikan bangsa dan negara.
3.2 Saran
Diharapkan
kepada mahasiswa agar dapat mengerti arti Pancasila sebagai paradigma kehidupan
dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Adapun kami paparkan dari makalah
ini yaitu sebaiknya kita lebih mempelajari dan memahami pancasila lebih dalam
lagi agar kita tidak menyimpang dari nilai – nilai pancasila yang merupakan
asas Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar